Cari Blog Ini

Kamis, 29 Desember 2011

Mengatur Kemasakan Buah Dengan Zat Pengatur Tumbuh


LAPORAN PRAKTIKUM FISIOLOGI TUMBUHAN II

Acara Praktikum        : Mengatur Kemasakan Buah Dengan Menggunakan Zat Pengatur Tumbuh
Tujuaan                       :  Untuk mengetahui konsentrasi zat pengatur tumbuh yang mampu mempercepat kemasakan buah
Hasil dan Pembahasan :
  1. Hasil
Tabel 1. Hasil pengamatan pemasakan buah

Parameter : 0 ppm
Hari ke-
Tekstur
Bau
Warna
1
2
3
4
5
6
Daging keras
Daging keras
Daging lunak
Daging lunak
Daging lunak
Daging lunak
Tidak Berbau
Tidak Berbau
Tidak Berbau
Tidak Berbau
Tidak Berbau
Tidak Berbau
Hijau
Hijau
Hijau
Hijau
Agak kuning
Agak kuning



Parameter : 500 ppm
Hari ke-
Tekstur
Bau
Warna
1
2
3
4
5
6
Daging keras
Daging Keras
Daging lunak
Daging lunak
Daging lunak
Daging lunak
Tidak Berbau
Tidak Berbau
Tidak Berbau
Tidak Berbau
Tidak Berbau
Tidak Berbau
Hijau
Hijau
Hijau
Hijau
Kuning
Kuning



Parameter : 700 ppm
Hari ke-
Tekstur
Bau
Warna
1
2
3
4
5
6
Daging keras
Daging agak lunak
Daging lunak
Daging lunak
Daging lunak
Daging lunak
Tidak Berbau
Tidak Berbau
Berbau
Harum
Tidak Berbau
Tidak Berbau
Hijau
Hijau
Agak kuning
Kuning
Kuning
Kuning



Parameter : 900 ppm
Hari ke-
Tekstur
Bau
Warna
1
2
3
4
5
6
Daging keras
Daging agak lunak
Daging lunak
Daging lunak
Daging lunak
Daging lunak
Tidak Berbau
Tidak Berbau
Tidak Berbau
Harum
Harum
Harum
Hijau
Hijau
Agak kuning
Kuning
Kuning
Kuning


B. Pembahasan
Proses pemasakan buah merupakan proses pengakumulasian gula dengan merombak pati menjadi senyawa yang lebih sederhana. Tidak seperti buah pada umumnya yang mengakumulasi gula secara langsung dari pengiriman asimilat hasil fotosintesis di daun yang umumnya dikirim ke organ lain dalam bentuk sukrosa (Sumadi et al., 2004).
Praktikum pemasakan buah ini menggunakan buah pisang sebagai objek untuk melihat pengaruh ethtrel dalam pemasakan buah. Ethrel digunakan dengan konsentrasi 0 ppm, 500 ppm, 700 ppm dan 900 ppm. Berdasarkan hasil praktikum, ternyata buah pisang dengan konsentrasi 900 ppm sampai konsentrasi 0 ppm ternyata  kematangan buah pisang tergantung dengan tingginya konsentrasi ethrel yang diberikan. Hal tersebut sesuai dengan pernyataan Abidin (1985) yaitu pada konsentrasi yang semakin tinggi maka buah akan cepat matang. Mangga optimal pada keadaan jumlah etilen 400-800 ppm. Pemasakan buah terlihat dengan adanya buah yang menjadi  lunak, berbau harum, berwarna kekuningan dan rasanya manis.
Perubahan-perubahan yang terjadi selama pemasakan buah meliputi perubahan warna, pelunakan buah, perubahan senyawa-senyawa karbohidrat, serta pembentukan bau. Perubahan warna meliputi perombakan klorofil, pembukaan karotenoid (warna jingga dan kuning). Klorofil diubah menjadi kromofil, bersama-sama dengan pembongkaran klorofil disintesis pula warna yang menentukan warna buah masak (Hidayat, 1995).
Menjadi lunaknya buah disebabkan oleh perombakan propektin yang tidak larut menjadi pektin yang larut, atau hidrolisis zat pati (seperti buah waluh) atau lemak (pada adpokat). Perubahan komponen-komponen buah ini diatur oleh enzim-enzim antara lain enzim hidroltik, poligalakturokinase, metil asetate, selullose. Flavour adalah suatu yang halus dan rumit yang ditangkap indera yang merupakan kombinasi rasa (manis, asam, sepet), bau (zat-zat atsiri) dan terasanya pada lidah. Pemasakan biasanya meningkatkan jumlah gula-gula sederhana yang memberi rasa manis, penurunan asam-asam organik dan senyawa-senyawa fenolik yang mengurangi rasa sepet dan masam, dan kenaikan zat-zat atsiri yang memberi flavour khas pada buah (Isbandi, 1983).
Kecepatan pemasakan buah terjadi karena zat tumbuh mendorong pemecahan tepung dan penimbunan gula (Kusumo, 1990). Proses pemecahan tepung dan penimbunan gula tersebut merupakan proses pemasakan buah dimana ditandai dengan terjadinya perubahan warna, tekstur buah dan bau pada buah atau terjadinya pemasakan buah. Kebanyakan buah tanda kematangan pertama adalah hilangnya warna hijau. Kandungan klorofil buah yang sedang masak lambat laut berkurang. Saat terjadi klimaterik klorofilase bertanggung jawab atas terjadinya penguraian klorofil. Penguraian hidrolitik klorofilase yang memecah klorofil menjadi bagian vital dan inti porfirin yang masih utuh, maka klorofilida yang bersangkutan tidak akan mengakibatkan perubahan warna. Bagian profirin pada molekul klorofil dapat mengalami oksidasi atau saturasi, sehingga warna akan hilang. Lunaknya buah disebabkan oleh adanya perombakan photopektin yang tidak larut. Pematangan biasanya meningkatkan jumlah gula-gula sederhana yang memberi rasa manis (Fantastico, 1986).
Perubahan fisiologi yang terjadi selama proses pemasakan adalah terjadi proses klimaterik dalam respirasi, diduga dalam proses pemasakan oleh etilen mempengaruhi respirasi klimaterik melalui dua cara yaitu :
1.         Etilen mempengaruhi permiabilitas membran, sehingga permiabilitas sel menjadi besar, hal tersebut mengakibatkan pelunakan sehingga metabolisme respirasi dipercepat.
2.         Selama klimaterik, kandungan protein meningkat dan diduga etilen lebih merangsang sintesis protein pada saat itu. Protein yang terbentuk ini diduga terlihat dalam proses pemasakan dan pada proses klimaterik terjadi peningkatan enzim-enzim respirasi (Moore, 1979).
              Klimaterik merupakan suatu fase yang banyak sekali perubahan yang berlangsung (Zimmermar, 1961). Klimaterik juga diartikan sebagai suatu keadaan ”auto stimulation“ dalam buah sehingga buah menjadi matang yang disertai dengan adanya peningkatan proses respirasi (Hall, 1984). Klimaterik merupakan fase peralihan dari proses pertumbuhan menjadi layu, meningkatnya respirasi tergantung pada jumlah etilen yang dihasilkan serta meningkatnya sintesis protein dan RNA (Heddy, 1989). Klimaterik adalah suatu periode mendadak yang unik bagi buah tertentu dimana selama proses itu terjadi pembuatan etilen disertai dengan dimulainya proses pematangan buah, buah menunjukkan peningkatan CO2 yang mendadak selama pematangan buah, sehingga disebut buah klimaterik. Pola respirasi berbeda karena setelah CO2 dihasilkan tidak meningkat tetapi turun secara perlahan, buah tersebut digolongkan non klimaterik (Zimmermar, 1961). Berdasarkan sifat klimateriknya, proses klimaterik dalam buah dapat dibagi dalam 3 tahap yaitu klimaterik menaik, puncak klimaterik dan klimaterik menurun. Buah-buah yang mengalami proses klimakterik diantaranya yaitu tomat, alpokat, mangga, pepaya, peach dan pear karena buah-buahan tersebut menunjukkan adanya peningkatan CO2 yang mendadak selama pematangan buah. Buah-buah yang mengalami pola berbeda dengan pola diatas diantaranya yaitu ketimun, anggur, limau, semangka, jeruk, nenas dan arbei (Kusumo, 1990).
Proses pematangan buah meliputi dua proses yaitu :
  1. Etilen mempengaruhi permeabilitas membran sehingga daya permeabilitas menjadi lebih besar.
  2. Kandungan protein meningkat karena etilen telah merangsang sintesis protein. Protein yang terbentuk terlibat dalam proses pematangan buah karena akan meningkatkan enzim yang menyebabkan respirasi klimaterik (Wereing dan Philips, 1970).
Hubungan etilen dan pematangan buah ditunjukan dengan beberapa hipotesa
1.      Pematangan diartikan sebagai perwujudan dari proses mulainya proses kelayuan dimana antar sel menjadi terganggu.
2.      Pematangan diartikan sebagai fase akhir dari proses penguraian substrat dan merupakan proses yang dibutuhkan oleh bahan untuk sintesis enzim spesifik dalam proses layu (Heddy,1989).
Etilen adalah zat cair yang tidak berwarna, kental dan manis, mudah larut dalam air, titik didih relatif tinggi dan titik beku rendah. Senyawa ini sering digunakan sebagai pelarut dan bahan pelunak (pelembut), pada bidang pertanian etilen digunakan sebagai zat pemasak buah (Purba, 1996). Menurut Abidin (1985) etilen adalah hormon tumbuh yang secara umum berlainan dengan auksin, giberellin dan sitokinin. Etilen akan berbentuk gas dan struktur kimianya sangat sederhana sekali dalam keadaan normal. Etilen akan bereaksi apabila terjadi perubahan secara fisiologis pada suatu tanaman. Hormon ini akan berperan dalam proses pematangan buah dalam fase klimaterik.
Banyak buah dapat membentuk etilennya sendiri, etilen inilah yang dapat memacu pemasakan buah. Salah satu perubahan yang disebabkan adanya etilen adalah perubahan dalam permeabilitas membran sel, akibatnya enzim perombak khlorofil terbentuk. Terombaknya khlorofil pigmen merah dan atau pigmen kuning dalam sel-sel buah tidak terlindungi dan buah akan menampakkan warna masaknya (Kimball, 1996).
Tidak semua buah dapat mengalami respirasi klimaterik dimana etilen endogen buah dapat dipacu dengan pemberian etilen dari luar sehingga buah cepat masak. Akan tetapi, ada buah yang etilen endogennya tidak dapat terpacu meskipun telah diberi etilen dari luar, buah seperti ini disebut buah nonklimaterik, sedangkan yang dapat dipacu etilen endogennya disebut buah klimaterik (Hidayat, 1995).
Menurut Prawiranata et al., (1989), Etilen mempunyai peranan yang penting dalam beberapa proses fisiologi tumbuhan antara lain:
  1. Mendukung respirasi klimaterik dan pemasakan buah.
  2. Mendukung epinasti.
  3. Menghambat perpanjangan batang dan akar.
  4. Memacu pembungaan.
  5. Mempercepat proses absisi.
Kesimpulan
Berdasarkan hasil dan pembahasan dapat disimpulkan :
  1. Pemberian etilen pada buah pisang dapat mempercepat pemasakan buah.
  2. Semakin tinggi konsentrasi etilen yang diperlakukan pada buah klimaterik maka waktu yang dibutuhkan untuk mematangkan buah semakin cepat. 
3.      Selama proses pematangan terjadi perubahan warna, tekstur, bau dan rasa

Daftar Referensi
Abidin, Z. 1985. Dasar-Dasar Pengetahuan Tentang Zat Pengatur Tumbuh. Angkasa, Bandung.
Fantastico. 1986. Fisiologi Pasca Panen. Gajah Mada University Press, Yogyakarta.
Hall, J.L.1984.Plany Cell Structure and Metabolism. Language Book society. English.
Heddy, S. 1989. Hormon Tumbuhan. CV Rajawali, Jakarta.
Hidayat, E. B. 1995. Anatomi Tumbuhan Berbiji. ITB, Bandung.
Isbandi, J. 1983. Pertumbuhan dan Perkembangan Tanaman. Fakulas Pertanian UGM. Yogyakarta
Kimball, J. W. 1996. Biologi Jilid 2 Edisi Kelima. Erlangga, Jakarta.
Kusumo, S. 1990. Zat Pengatur Tumbuhan Tanaman. Yasaguna, Jakarta.
Prawiranata, W. S. Haman dan P. Tjondronegoro. 1989. Dasar-Dasar Fisiologi Tumbuhan I. Laboratorium Fisiologi Tumbuhan Fapert IPB, Bogor.
Purba, M. 1996. Ilmu Kimia. Erlangga, Jakarta.
Sumadi, Bambang Sugiharto,Suyanto. 2004. Metabolisme Sukrosa pada Proses Pemasakan Buah Pisang yang Diperlakukan pada Suhu Berbeda. Jurnal ILMU DASAR, 5 (1): 21-26.
Wereing, D.F and I. D.J. Phillips. 1970. The Control of Growth and Differentation in Plants. Pergamon Press, New York.
Zimmermar, P.W. 1961. Plant Growth Regulation The Lowa State University Press.USA.





Tidak ada komentar:

Posting Komentar