SALINITAS
I. PENDAHULUAN
Salinitas adalah kadar garam semua zat yang terlarut dalam 1000 gram air laut, dengan asumsi bahwa seluruh karbonat telah diubah menjadi oksida, semua brom dan lod telah diganti dengan khlor yang setara dan semua zat organik mengalami oksidas sempurna. Salinitas menpunyai peranan yang cukup penting dan memiliki ikatan erat dengan kehidupan organisme perairan termasuk ikan, dimana secara fisiologis salinitas berkaitan dengan erat dengan penyesuaian tekanan osmotik ikan tersebut.
Setiap organisme memiliki memiliki kisaran toleransi terhadap salinitas yang bervariasi seperti euryhaline dan stenohaline. Euryhaline adalah ikan yang toleransi terhadap perubahan salinitasnya luas. Sebaliknya, stenohaline adalah ikan yang memiliki toleransi terhadap perubahan salinitasnya sempit.
Salinitas media akan mempengaruhi tekanan osmotik cairan tubuh ikan. Apabila osmotik lingkungan (salinitas) berbeda jauh dengan tekanan osmotik cairan tubuh (kondisi tidak ideal) maka osmotik media akan menjadi beban bagi ikan sehingga dibutuhkan energi yang relatif besar untuk mempertahankan osmotik tubuhnya agar tetap berada pada keadaan yang ideal. Hal tersebut juga mempengaruhi gerakan dari insang dan bukaan mulut ikan dalam memompa pernapasan.
Organisme yang diamati dalam praktikum adalah ikan nilem. Ikan nilem termasuk ikan air tawar dan semua ikan air tawar bersifat osmoregulator. Ikan nilem ini termasuk stenohalin karena mempunyai toleransi yang sempit yaitu mencapai 30 ppm.
II. MATERI DAN METODE
A. Materi
Bahan yang digunakan dalam praktikum ini adalah ikan tawes, larutan air garam, dan air sumur.
Alat yang digunakan dalam praktikum kai ini adalah aquarium, baskom, refraktometer (alat untuk mengukur salinitas atau kadar garam), dan tissue.
B. Metode
Cara Kerja dalam praktikum ini adalah :
- Kalibrasi refraktometer yang akan digunakan dengan cara : brsihkan dengan tissue dan tetesikan air sumur, amati skala pada lensa. Lalu, dikalibrasi menjadi 0%.
- Isilah aquarium dengan air sumur sebanyak 10 liter, diukur salinitasnya kemudian dibiarkan.
- Pilihlah 20 ekor ikan yang sehat (aktif bergerak dan tidak cacat) kemudian masukkan ke dalam aquarium secara perlahan.
- Beri kesempatan ikan untuk beraklimatisasi selama 10 menit, setelah terlihat tidak panik dengan gerakan berenang yang teratur.
- Pilihlah 10 individu ikan untuk diamati dan dihitung jumlah gerakan menutup dan membuka mulut dan gerakan mengembang dan mengempis insang selama satu menit dan jumlah individu yang mati.
- Lakukan penambahan larutan garam sebanyak 1 liter, kemudian diukur salinitasnya.
- Ulangi pengamatan respon fisioogis ikan pada 10 individu lagi.
- Lakukan penambahan larutan garam 1 liter lagi dan seterusnya sampai 5 liter atau seluruh ikan mati.
III. HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Hasil
Tabel 1. Respon fisiologis ikan air tawar terhadap perubahan salinitas
Salinitas
|
Jumlah membuka menutup mulut
|
Jumlah mengembang dan mengemis ikan
|
Jumlah individu yang mati
|
|
|
60
| |
|
91
| ||
|
64
| ||
|
58
| ||
|
60
| ||
|
48
| ||
|
65
| ||
|
58
| ||
|
74
| ||
|
85
| ||
|
|
42
| |
|
38
| ||
|
43
| ||
|
40
| ||
|
39
| ||
|
33
| ||
|
32
| ||
|
29
| ||
|
28
| ||
|
28
| ||
|
|
20
| |
|
23
| ||
|
19
| ||
|
20
| ||
|
18
| ||
|
16
| ||
|
16
| ||
|
14
| ||
|
19
| ||
|
17
| ||
|
|
21
| |
|
24
| ||
|
24
| ||
|
23
| ||
|
21
| ||
|
21
| ||
|
23
| ||
|
20
| ||
|
20
| ||
|
19
| ||
|
|
27
| |
|
49
| ||
|
14
| ||
|
16
| ||
|
47
| ||
|
51
| ||
|
17
| ||
|
36
| ||
|
20
| ||
|
17
| ||
|
|
48
| |
|
51
| ||
|
19
| ||
|
20
| ||
|
50
| ||
|
21
| ||
|
19
| ||
|
45
| ||
|
19
| ||
|
18
|
B. Pembahasan
Hasil yang didapat dalam praktikum respon organisme terhadap ikan yaitu pada salinitas 0 ppm dengan 10 individu yang diamati jumlah membuka dan menutup mulutnya, jumlah mengembang dan mengempis insang masih terlihat normal, dan gerakan ikan masih terlihat normal dan gesit. Ikan dengan perlakuan ke-1 dengan salinitas 8 ppm, 500ml dengan 10 individu yang diamati tingah lakunya gerakan masih normal tetapi ada penurunan jumlah dari mengembang dan mengempis dari insang ikan. Ikan dengan perlakuan ke-2 dengan salinitas 5 ppm, 1000ml dengan 10 individu yang diamati ikan mulai bergerak agak lambat itu terlihat di jumlah mulut membuka dan menutup pada ikan yang mengalami penurunan dan juga pergerakan insang agak melambat. Perlakuan ke-3 dengan dengan 10 ppm, 1500ml gerakan ikan juga melambat. Perlakuan ke-4 dengan 17 ppm, 2000ml ikan mulai megap dan beberapa mulai berenang di atas permukaan. Di perlakuan ke5 dan 6 dengan 25 dan 28 ppm ikan mulai gelisah gerakan menjadi sangat lambat, ada beberapa yang lompat untuk mecari oksigen dan beberapa ikan sudah mulai lemas. Salinitas yang tinggi ikan dalam adaptasinya akan kehilangan air dengan cara berdifusi keluar dari tubuhnya.
Hasil percobaan tersebut menunjukkan bahwa ikan nilem masih dapat mentolerir salinitas sampai pada 17ppm tetapi selebihnya tidak bisa. Hal ini sesuai dengan pernyataan (Ville et al., 1988), hewan stenohalin adalah hewan yang toleransi terhadap perubahan salinitasnya sempit, contohnya ikan Nilem. Ikan air tawar umumnya stenohalin, derajat toleransinya tergantung pada lamanya hewan tersebut berada dilingkungan itu. Ketahanan ikan air selain faktor tersebut juga dipengaruhi faktor lain yaitu faktor suhu tubah dan kondisi lingkungan. Kandungan garam berhubungan erat dengan osmoregulai ikan air tawar. Menurut Hurkat dan Martur (1976) menyatakan bahwa osmoregulasi merupakan mekanisme yang digunakan untuk pengaturan air dan larutan ion-ion, berhubungan dengan fungsi-fungsi pengaturan pH dan pengaturan lingkungan seperti thermoregulasi. Tingkat salinitas yang berbeda menyebabkan terjadi perubahan kadar garam antara media dengan plasma darah.
Hubungan antara plasma darah, media dan konsentrasi media atau salinitas dapat dituliskan bahwa semakin tinggi konsentrasi media, maka semakin tinggi pula media dan konsentrasi plasma darahnya. Besarnya osmolalitas pada plasma darah lebih besar jika dibandingkan dengan osmolalitas media. Hal ini disebabkan karena hewan-hewan air tawar harus menyimpan kadar garam pada cairan tubuhnya lebih tinggi daripada yang terdapat dalam media (air). Oleh karena itu, air akan masuk ke dalam tubuh secara osmosis dan garam keluar secara difusi (Hickman, 1972).
Salinitas atau kadar garam adalah jumlah kandungan bahan padat dalam satu kilogram air laut, di mana seluruh karbonat telah diubah menjadi oksida, brom dan yodium yang telah disetarakan dengan klor dan bahan organik yang telah dioksidasi. Salinitas mempengaruhi kadar oksigen terlarut dalam air. Secara langsung, salinitas media akan mempengaruhi tekanan osmotik cairan tubuh ikan. Apabila osmotik lingkungan (salinitas) berbeda jauh dengan tekanan osmotik cairan tubuh (kondisi tidak ideal) maka osmotik media akan menjadi beban bagi ikan sehingga dibutuhkan energi yang relatif besar untuk mempertahankan osmotik tubuhnya agar tetap berada pada keadaan yang ideal.
Hewan jika dilihat dari kemampuan dalam menyesuaikan diri dengan salinitas lingkungan eksternalnya dibagi menjadi dua yaitu osmoregulator dan osmoconformer. Hewan yang dikatakan osmoconformer adalah hewan yang kadar garam lingkungan internalnya menyesuaikan diri dengan keadaan lingkungan luar sekelilingnya. Kategori yang kedua yaitu hewan osmoregulator yaitu hewan yang kadar garam lingkungan internalnya cenderung tidak berubah, walaupun kadar garam lingkungan eksternalnya berubah. Contoh dari hewan osmoregulator adalah ikan Nilem (Ville et al., 1988).
Mekanisme osmoregulasi ikan air tawar adalah mula-mula ikan air tawar mengalami dehidrasi, kemudian diatasi dengan minum banyak air dan dengan sekresi urine pekat. Hal ini perlu dilakukan untuk menjaga agar konsentrasi osmotik dalam tubuhnya tetap stabil. Ikan air tawar selalu menderita kemasukan air secara terus menerus dari lingkungannya yang hipertonik, ikan ini memiliki sisik-sisik yang tidak tertembus oleh air, akan tetapi membran insang akan memberikan kemudahan bagi masuknya air ke dalam tubuh. Ikan air tawar mempertahankan keseimbangan osmotik dan ionik di lingkungan lemah dengan pengaktifan absorbsi garam melewati insang dan memompa air melewati ginjal. Selain itu, ikan air tawar mendapat sejumlah garam dari makanan yang merupakan cara utama menambah dan memelihara konsentrasi garam cairan tubuh. Ikan Nila dan ikan Nilem merupakan contoh ikan air tawar yang bersifat osmoregulator, yaitu hewan yang mempunyai tekanan osmotik tetap, walaupun pada lingkungan yang berbeda (Gordon, 1982).
Faktor yang mempengaruhi osmoregulasi adalah salinitas, yaitu kadar ion-ion terlarut dalam air dan dinyatakan dalam g/lt (1/00) atau ppt. Semakin tinggi salinitas maka semakin tinggi tekanan osmotiknya. Hal ini membuktikan bahwa salinitas berhubungan dengan tekanan osmotik air. Tingkat osmotik yang diperlukan berbeda-beda sesuai dengan jenisnya, sehingga toleransi terhadap salinitas pun berbeda-beda. Ikan air tawar tidak mampu beradaptasi terhadap lingkungan dengan salinitas tinggi, karena sifatnya yang hiperosmotik. Salinitas yang optimal bagi ikan air tawar (ikan Nila) adalah 20 ppt, karena pada salinitas ini konsentrasi cairan tubuh ikan mendekati isoosmotik dengan konsentrasi cairan lingkungan (Gordon, 1982).
IV. KESIMPULAN
Kesimpulan yang dapat diambil dari hasil praktikum ini adalah sebagai berikut:
1. Salinitas atau kadar garam adalah jumlah kandungan bahan padat dalam satu kilogram air laut
2. Semakin tinggi salinitasnya maka semakin tinggi pula nilai osmolalitas plasma dan medianya. Semakin tinggi salinitas maka semakin cepat membuka dan menutup mulutnya serta mengembang dan mengempis insang.
DAFTAR REFERENSI
Gordon, M.S. 1982. Animal Physiology Principles. MacMillan Pub. Co., New York.
Hickman, C. F. 1972. Biology of Animals. The C. V. Mosby Company, Saint Louis.
Hurkat and Martur. 1976. A Text Book of Animal Physiology. Chank and Co. Ltd., New Delhi.
Ville, C.W., W.F. Barnes, R.D. Barnes. 1988. Zoologi Umum. Erlangga, Jakarta.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar