Cari Blog Ini

Kamis, 29 Desember 2011

perakaran stek


PENGARUH AUKSIN DLM PERAKARAN STEK

LAPORAN PRAKTIKUM FISIOLOGI TUMBUHAN II
Acara Praktikum        :   Peranan Auksin Terhadap Perakaran Stek
Tujuan                         : Mengetahui pengaruh berbagai konsentrasi zat pengatur tumbuh IAA dan NAA serta akuades.
Hasil dan Pembahasan :
A.    Hasil
Tabel hasil pengamatan peranan auksin terhadap perakaran stek
Jenis ZPT
Konsentrasi (ppm)
Jumlah akar yang tumbuh setelah 2 minggu
Panjang akar terpanjang setelah 2 minggu
Kontrol (akuades)
-
-
-
IAA
20
0
0
40
0
0
60
0
0
NAA
20
0
0
40
0
0
60
0
0

Tabel hasil peranan auksin terhadap perakaran stek terhadap jumlah akar
SR
dB
JK
KT
Fhitung

F Table






0,05
0,01
Perlakuan
5
1,766667
0,35333
0,81538
ns
2,45
3,53
Galat
24
10,400000
0,43333




Total
29
12,166667






Tabel hasil peranan auksin terhadap perakaran stek terhadap panjang akar
SR
dB
JK
KT
Fhitung

F Table






0,05
0,01
Perlakuan
5
1,540000
0,308
0,80069
ns
2,45
3,53
Galat
24
9,232000
0,38467




Total
29
10,772000






B.     Pembahasan
Hasil pengamatan terhadap pertumbuhan akar pada tanaman tetean adalah tidak didapatkan pertumbuhan akar pada berbagai konsentrasi zat pengatur tumbuh yang diberikan pada tanaman tersebut. Hal tersebut tidak sesuai dengan pustaka yang menyatakan bahwa pemberian NAA dan IAA dapat meningkatkan pertumbuhan perakaran pada tumbuhan yang distek. NAA sebagai salah satu jenis auksin sintetis, dapat meningkatkan perakaran. Pertumbuhan perkaran seharusnya menunjukkan pada pemberian zat pengatur tumbuh jenis NAA lebih menunjukkan adanya pertumbuhan perakaran yang lebih banyak dikarenakan NAA lebih efektif memberikan respon terhadap pertumbuhan akar daripada IAA atau auksin sintetis lain dengan adanya pertumbuhan akar lebih cepat dan lebih banyak (Hasanah dan Nintya, 2007). Tidak adanya pertumbuhan akar ini disebabkan oleh berbagai faktor antara lain adanya penghilangan daun, pH, temperatur dan kesuburan tanah (Gardner et al., 1991). Hal ini ditambahkan dengan hasil penelitian Tahardi (1994) dalam Riyadi, I. dan Tahardi, J.S. (2005) yang berhasil menginduksi akar tanaman teh (Camellia sinensis L.) hingga 82% dengan menggunakan NAA secara tunggal. Eksplan yang digunakan adalah tunas aksiler pada media WP dengan penambahan NAA 1-3 mg/l secara tunggal. Gray dan Benton (1991) dalam Riyadi, I. dan Tahardi, J.S. (2005) juga berhasil menginduksi akar pada planlet anggur (Vitis rotundifolia) kultivar Muscadine dengan menggunakan NAA 1 µM secara tunggal. Perlakuan kombinasi NAA dan IBA menghasilkan pengakaran yang lebih tinggi dibanding NAA secara tunggal, meskipun secara tunggal NAA dapat menginduksi pengakaran. Menurut Gaspar et al. (1996) dalam Riyadi, I. dan Tahardi, J.S. (2005), auksin sangat diperlukan dalam pertumbuhan organogenesis termasuk dalam pembentukan akar. Kombinasi auksin dengan konsentrasi yang tepat dapat meningkatkan inisiasi dan induksi akar pada kultur. Kombinasi NAA dan IBA masing-masing 0,05 mg/l mampu menghasilkan pengakaran tertinggi, sehingga kombinasi dan konsentrasi ini merupakan perlakuan yang efektif untuk induksi akar.
Zat pengatur tumbuh yang digunakan dalam praktikum adalah Auksin. Auksin merupakan salah satu hormon tanaman yang dapat meregulasi banyak proses fisiologi, seperti pertumbuhan, pembelahan dan diferensiasi sel serta sintesa protein (Darnell, dkk., 1986). Auksin atau dikenal juga dengan IAA = Asam Indolasetat (digunakan sebagai auksin utama pada tanaman), dibiosintesis dari asam amino prekursor triptopan, dengan hasil perantara sejumlah substansi yang secara alami mirip auksin (analog) tetapi mempunyai aktifitas lebih kecil dari IAA seperti IAN = Indolaseto nitril, TpyA = Asam Indolpiruvat dan IAAld = Indolasetatdehid.  Proses biosintesis auksin dibantu oleh enzim IAA-oksidase (Gardner, dkk., 1991). Senyawa kimia yang mempunyai aktifitas seperti auksin selain IAA yaitu Naphtalen Acetic Acid (NAA). Auxin pertama kali diisolasi pada tahun 1928 dari biji-bijian dan tepung sari bunga yang tidak aktif, dari hasil isolasi didapatkan rumus kimia auksin (IAA = Asam Indolasetat) atau C10H9O2N.  Setelah ditemukan rumus kimia auksin, maka terbuka jalan untuk menciptakan jenis auksin sintetis seperti Hidrazil  atau 2, 4 - D (asam 2, 4 - Diklorofenolsiasetat), NAA (asam a-Nattalenasetat), Bonvel D (asam 3, 6 - Dikloro - O - anisat/dikambo), Amiben atau Kloramben (Asam 3 - amino 2, 5 – diklorobenzoat) dan Pikloram/Tordon (asam 4 – amino – 3, 5, 6 – trikloro – pikonat).
Mekanisme kerja auksin dalam pembentukan akar yang pertama auksin akan memperlambat timbulnya senyawa-senyawa dalam dinding sel yang berhubungan dengan pembentukan kalsium pektat, sehingga menyebabkan dinding sel menjadi lebih elastis (Hastuti dkk, 2002). Akibatnya sitoplasma lebih mudah untuk mendorong dinding sel ke arah luar dan memperluas volume sel. Selain itu, auksin menyebabkan terjadinya pertukaran antara ion H+ dengan ion K+. Ion K+ akan masuk ke dalam sitoplasma dan memacu penyerapan air ke dalam sitoplasma tersebut untuk mempertahankan tekanan turgor dalam sel, sehingga sel mengalami pembengkakan. Setelah mengalami pembengkakan maka dinding sel akan menjadi keras kembali karena terjadi kegiatan metabolik berupa penyerapan ion Ca+ dari luar sel, yang akan menyempurnakan susunan kalsium pektat dalam dinding sel (Hasanah dan Nintya, 2007).
Menurut Thiman (1956) dalam Wilkins (1989), pemberian auksin diatas dan di bawah optimal dapat memberikan efek karasteristik seperti terjadinya pembesaran sel sehingga tanaman akan memanjang dan terjadilah pertumbuhan bila konsentrasi yang diberikan lebih rendah daripada konsentrasi optimum. Sebaliknya apabila konsentrasi yang diberikan lebih tinggi daripada konsentrasi optimum akan mendorong pertumbuhan, dapat mengganggu metabolisme dan perkembangan tumbuhan. Hal ini disebabkan karena pada konsentrasi auksin yang tinggi, pembesaran sel berlangsung cepat sehingga ukuran sel menjadi sangat membesar. Keadaan ini akan menyebabkan reaksi turgor sel dalam sehingga permiabilitas terganggu dan sel akan mengalami kekeringan. Auksin sintetis sudah digunakan secara luas dan komersil di bidang pertanian, dimana batang, pucuk dan akar tumbuh-tumbuhan memperlihatkan respon terhadap auksin, yaitu peningkatan laju pertumbuhan yang terjadi pada konsentrasi yang optimal dan penurunan pertumbuhan terjadi pada konsentrasi yang terlalu rendah atau terlalu tinggi.
Alasan pemotongan secara melintang berhubungan dengan proses pemanjangan akar yang terkonsentrasi pada sel-sel dekat ujung akar, dimana terletak tiga zona sel dengan tahapan pertumbuhan primer yang berurutan. Dari ujung akar ke arah atas terdapat zona pembelahan sel, zona pemanjangan dan zona pematangan. Zona pembelahan sel meliputi meristem apikal dan turunannya, yang disebut meristem primer (terdiri dari protoderm, prokambium dan meristem dasar). Meristem apikal yang terdapat di pusat zona pembelahan menghasilkan sel-sel meristem primer yang bersifat meristematik. Zona pembelahan sel bergabung ke zona pemanjangan (elongasi). Di sini sel-sel memanjang sampai sepuluh kali semula, sehingga mendorong ujung akar, termasuk meristem ke depan. Meristem akan mandukung pertumbuhan secara terus-menerus dengan menambahkan sel-sel ke ujung termuda zona pemanjangan tersebut (Campbell et al. 1999).
Fungsi auksin menurut Averi (1937) dalam Wilkins (1989), adalah menyebabkan terjadinya pembelahan sel pada lapisan kambium. Pada konsentrasi auksin optimum, sel-sel penyusun kambium aktif membelah dan terbentuk lapisan xylem yang cukup tinggi. Efek seluler auksin meliputi; peningkatan dalam sintesis nukleotida DNA dan RNA, pada akhirnya peningkatan sintesis protein dan produksi enzim, peningkatan pertukaran proton, muatan membran dan pengambilan kalium, serta berpengaruh terhadap reaksi fitokrom dengan cahaya merah dan cahaya merah jauh.
Stek merupakan cara perbanyakan tanaman secara vegetatif buatan dengan menggunakan sebagian batang, akar, atau daun tanaman untuk ditumbuhkan menjadi tanaman baru. Sebagai alternarif perbanyakan vegetatif buatan, stek lebih ekonomis, lebih mudah, tidak memerlukan keterampilan khusus dan cepat dibandingkan dengan cara perbanyakan vegetatif buatan lainnya. Cara perbanyakan dengan metode stek akan kurang menguntungkan jika bertemu dengan kondisi tanaman yang sukar berakar, akar yang baru terbentuk tidak tahan stress lingkungan dan adanya sifat plagiotrop tanaman yang masih bertahan. Oleh sebab itu dalam praktikum kali ini menggunakan tanaman teh- tehan, dikarenakan tanaman ini merupakan tanaman yang mudah berakar, dan akar yang baru terbentuk tahan stress lingkungan dan mempunyai sifat plagiotrop tanaman yang masih bertahan (Salisbury dan Ross, 1995).
Faktor-faktor yang mempengaruhi konsentrasi IAA adalah sintesis auksin, pemecahan auksin dan inaktifnya IAA sebagai akibat proses pemecahan molekul. Menurut Heddy (1986), faktor-faktor yang mempengaruhi kerja auksin selain struktur kimia dan aktivitas senyawa antara lain :
1. Lingkungan luar (suhu, radiasi, kelembapan).
2. Kemampuan senyawa untuk melalui kutikula atau membran sel.
3. Translokasi dalam tumbuhan ke daerah kegiatan lain.
4. Cara aktivasi di dalam tumbuhan.
5. Ketersediaan ATP atau nukleosida lain.
6. Kebutuhan akan logam atau faktor dalam reaksi enzimatik.
Kesimpulan
Berdasarkan hasil dan pembahasan maka dapat disimpulkan bahwa:
1. Auksin dengan konsentrasi yang tinggi dapat menghambat perpanjangan sel sedangkan pada konsentrasi yang sangat rendah dapat mendorong pertumbuhan tanaman.
2. NAA lebih efektif memberikan respon terhadap pertumbuhan akar daripada IAA atau auksin sintetis lain dengan adanya pertumbuhan akar lebih cepat dan lebih banyak.




Daftar Referensi
Campbell, N. A, J. B. Reece and L. E. Mitchell. 1999. Biologi. Erlangga, Jakarta.

Catala, C., Rose, J. K. C., Bennett, A. B., 2000.  Auxin-Regulated Genes Encoding Cell Wall-Modifying Proteins are Expressed During Early Tomato Fruit Growth-Plant.  Physiol 122 : 527 – 534.

Darnell, J., Lodish, H., Baltimore, H., 1986.  Molecular Cell Biology.  New York, Scientific American Books, Inc.

Gardner, F. P., R. B. Pearce, Roger L. Mitchell., 1991.  Fisiologi Tanaman Budidaya.  Penerjemah Herawati Susilo dan Pendamping Subiyanto.  Cetakan Pertama.Penerbit Universitas Indonesia Press, Jakarta.

Hasanah, FN dan Nintya S. 2007. Pembentukan Akar pada Stek Batang Nilam (Pogostemon cablin Benth.) setelah direndam IBA (Indol Butyric Acid) pada Konsentrasi Berbeda. Buletin Anatomi dan Fisiologi : Vol. XV, No.2.

Hastuti, E. D., E. Prihastanti dan R. B. Hastuti. 2000. Fisiologi Tumbuhan II. Universitas Diponegoro.

Heddy, 1986.  Hormon tumbuhan.  Fakultas Pertanian , Universitas Brawijaya, Malang.  Rajawali Jakarta.

Rismunandar, 1988.  Hormon Tumbuhan dan Ternak.  Penebar Swadaya Jakarta.

Riyadi, I. dan Tahardi, J. S. 2005. Pengaruh NAA dan IBA terhadap pertumbuhan dan perkembangan tunas kina (Cinchona succirubra). Jurnal Bioteknologi Pertanian, Vol. 10, No. 2, 2005, pp. 45-50.

Salisbury, Frank B. et al. 1995. Plant Physiology 2nd Edition. Mc Graw Hill Company. New York.

Wilkins, M. B. 1989. Fisiologi Tanaman. Bina Aksara. Jakarta.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar