PENGARUH AUKSIN DLM PERAKARAN STEK
LAPORAN
PRAKTIKUM FISIOLOGI TUMBUHAN II
Acara
Praktikum : Peranan
Auksin Terhadap Perakaran Stek
Tujuan :
Mengetahui pengaruh berbagai konsentrasi zat pengatur tumbuh IAA dan NAA serta
akuades.
Hasil
dan Pembahasan :
A. Hasil
Tabel
hasil pengamatan peranan auksin terhadap perakaran stek
Jenis ZPT
|
Konsentrasi (ppm)
|
Jumlah akar yang tumbuh setelah 2 minggu
|
Panjang akar terpanjang setelah 2 minggu
|
Kontrol (akuades)
|
-
|
-
|
-
|
IAA
|
20
|
0
|
0
|
40
|
0
|
0
|
|
60
|
0
|
0
|
|
NAA
|
20
|
0
|
0
|
40
|
0
|
0
|
|
60
|
0
|
0
|
Tabel hasil peranan auksin terhadap
perakaran stek terhadap jumlah
akar
SR
|
dB
|
JK
|
KT
|
Fhitung
|
F Table
|
||
0,05
|
0,01
|
||||||
Perlakuan
|
5
|
1,766667
|
0,35333
|
0,81538
|
ns
|
2,45
|
3,53
|
Galat
|
24
|
10,400000
|
0,43333
|
||||
Total
|
29
|
12,166667
|
Tabel hasil peranan auksin terhadap
perakaran stek terhadap panjang
akar
SR
|
dB
|
JK
|
KT
|
Fhitung
|
F Table
|
||
0,05
|
0,01
|
||||||
Perlakuan
|
5
|
1,540000
|
0,308
|
0,80069
|
ns
|
2,45
|
3,53
|
Galat
|
24
|
9,232000
|
0,38467
|
||||
Total
|
29
|
10,772000
|
B. Pembahasan
Hasil pengamatan terhadap pertumbuhan akar pada
tanaman tetean adalah tidak didapatkan pertumbuhan akar pada berbagai
konsentrasi zat pengatur tumbuh yang diberikan pada tanaman tersebut. Hal
tersebut tidak sesuai dengan pustaka yang menyatakan bahwa pemberian NAA dan IAA dapat meningkatkan pertumbuhan
perakaran pada tumbuhan yang distek. NAA sebagai salah satu jenis auksin
sintetis, dapat meningkatkan perakaran. Pertumbuhan perkaran seharusnya
menunjukkan pada pemberian zat pengatur tumbuh jenis NAA lebih menunjukkan
adanya pertumbuhan perakaran yang lebih banyak dikarenakan NAA lebih efektif
memberikan respon terhadap pertumbuhan akar daripada IAA atau auksin sintetis
lain dengan adanya pertumbuhan akar lebih cepat dan lebih banyak (Hasanah dan
Nintya, 2007). Tidak adanya pertumbuhan akar ini disebabkan oleh berbagai
faktor antara lain adanya penghilangan daun, pH, temperatur dan kesuburan tanah
(Gardner
et al., 1991). Hal ini ditambahkan dengan hasil penelitian Tahardi
(1994) dalam Riyadi, I. dan Tahardi, J.S. (2005) yang berhasil
menginduksi akar tanaman teh (Camellia sinensis L.) hingga 82% dengan
menggunakan NAA secara tunggal. Eksplan yang digunakan adalah tunas aksiler
pada media WP dengan penambahan NAA 1-3 mg/l secara tunggal. Gray dan Benton
(1991) dalam Riyadi, I. dan Tahardi, J.S. (2005) juga berhasil
menginduksi akar pada planlet anggur (Vitis rotundifolia) kultivar Muscadine
dengan menggunakan NAA 1 µM secara tunggal. Perlakuan kombinasi NAA dan IBA
menghasilkan pengakaran yang lebih tinggi dibanding NAA secara tunggal,
meskipun secara tunggal NAA dapat menginduksi pengakaran. Menurut Gaspar et al. (1996) dalam Riyadi, I. dan
Tahardi, J.S. (2005), auksin sangat diperlukan dalam pertumbuhan organogenesis
termasuk dalam pembentukan akar. Kombinasi auksin dengan konsentrasi yang tepat
dapat meningkatkan inisiasi dan induksi akar pada kultur. Kombinasi NAA dan IBA
masing-masing 0,05 mg/l mampu menghasilkan pengakaran tertinggi, sehingga
kombinasi dan konsentrasi ini merupakan perlakuan yang efektif untuk induksi
akar.
Zat pengatur tumbuh
yang digunakan dalam praktikum adalah Auksin. Auksin merupakan salah satu
hormon tanaman yang dapat meregulasi banyak proses fisiologi, seperti
pertumbuhan, pembelahan dan diferensiasi sel serta sintesa protein (Darnell, dkk., 1986). Auksin atau dikenal juga
dengan IAA = Asam Indolasetat (digunakan sebagai auksin utama pada tanaman),
dibiosintesis dari asam amino prekursor triptopan, dengan hasil perantara
sejumlah substansi yang secara alami mirip auksin (analog) tetapi mempunyai
aktifitas lebih kecil dari IAA seperti IAN = Indolaseto nitril, TpyA = Asam
Indolpiruvat dan IAAld = Indolasetatdehid.
Proses biosintesis auksin dibantu oleh enzim IAA-oksidase (Gardner, dkk., 1991). Senyawa kimia yang mempunyai
aktifitas seperti auksin selain IAA yaitu Naphtalen Acetic Acid (NAA). Auxin
pertama kali diisolasi pada tahun 1928 dari biji-bijian dan tepung sari bunga
yang tidak aktif, dari hasil isolasi didapatkan rumus kimia auksin (IAA = Asam
Indolasetat) atau C10H9O2N. Setelah ditemukan rumus kimia auksin, maka
terbuka jalan untuk menciptakan jenis auksin sintetis seperti Hidrazil atau 2, 4 - D (asam 2, 4 -
Diklorofenolsiasetat), NAA (asam a-Nattalenasetat), Bonvel D (asam 3, 6 -
Dikloro - O - anisat/dikambo), Amiben atau Kloramben (Asam 3 - amino 2, 5 –
diklorobenzoat) dan Pikloram/Tordon (asam 4 – amino – 3, 5, 6 – trikloro –
pikonat).
Mekanisme kerja
auksin dalam pembentukan akar yang pertama auksin akan memperlambat timbulnya
senyawa-senyawa dalam dinding sel yang berhubungan dengan pembentukan kalsium
pektat, sehingga menyebabkan dinding sel menjadi lebih elastis (Hastuti dkk,
2002). Akibatnya sitoplasma lebih mudah untuk mendorong dinding sel ke arah
luar dan memperluas volume sel. Selain itu, auksin menyebabkan terjadinya
pertukaran antara ion H+ dengan ion K+. Ion K+
akan masuk ke dalam sitoplasma dan memacu penyerapan air ke dalam sitoplasma
tersebut untuk mempertahankan tekanan turgor dalam sel, sehingga sel mengalami
pembengkakan. Setelah mengalami pembengkakan maka dinding sel akan menjadi
keras kembali karena terjadi kegiatan metabolik berupa penyerapan ion Ca+
dari luar sel, yang akan menyempurnakan susunan kalsium pektat dalam dinding
sel (Hasanah dan Nintya, 2007).
Menurut Thiman
(1956) dalam Wilkins (1989), pemberian auksin diatas dan di bawah
optimal dapat memberikan efek karasteristik seperti terjadinya pembesaran sel
sehingga tanaman akan memanjang dan terjadilah pertumbuhan bila konsentrasi
yang diberikan lebih rendah daripada konsentrasi optimum. Sebaliknya apabila
konsentrasi yang diberikan lebih tinggi daripada konsentrasi optimum akan mendorong
pertumbuhan, dapat mengganggu metabolisme dan perkembangan tumbuhan. Hal ini
disebabkan karena pada konsentrasi auksin yang tinggi, pembesaran sel
berlangsung cepat sehingga ukuran sel menjadi sangat membesar. Keadaan ini akan
menyebabkan reaksi turgor sel dalam sehingga permiabilitas terganggu dan sel
akan mengalami kekeringan. Auksin sintetis sudah digunakan secara luas dan
komersil di bidang pertanian, dimana batang, pucuk dan akar tumbuh-tumbuhan memperlihatkan
respon terhadap auksin, yaitu peningkatan laju pertumbuhan yang terjadi pada
konsentrasi yang optimal dan penurunan pertumbuhan terjadi pada konsentrasi
yang terlalu rendah atau terlalu tinggi.
Alasan pemotongan
secara melintang berhubungan dengan proses pemanjangan akar yang terkonsentrasi pada sel-sel dekat
ujung akar, dimana terletak tiga zona sel dengan tahapan pertumbuhan primer
yang berurutan. Dari ujung akar ke arah atas terdapat zona pembelahan sel, zona
pemanjangan dan zona pematangan. Zona pembelahan sel meliputi meristem apikal
dan turunannya, yang disebut meristem primer (terdiri dari protoderm,
prokambium dan meristem dasar). Meristem apikal yang terdapat di pusat zona pembelahan
menghasilkan sel-sel meristem primer yang bersifat meristematik. Zona
pembelahan sel bergabung ke zona pemanjangan (elongasi). Di sini sel-sel
memanjang sampai sepuluh kali semula, sehingga mendorong ujung akar, termasuk
meristem ke depan. Meristem akan mandukung pertumbuhan secara terus-menerus
dengan menambahkan sel-sel ke ujung termuda zona pemanjangan tersebut (Campbell
et al. 1999).
Fungsi auksin
menurut Averi (1937) dalam Wilkins (1989), adalah
menyebabkan terjadinya pembelahan sel pada lapisan kambium. Pada konsentrasi
auksin optimum, sel-sel penyusun kambium aktif membelah dan terbentuk lapisan
xylem yang cukup tinggi. Efek seluler auksin meliputi; peningkatan dalam
sintesis nukleotida DNA dan RNA, pada akhirnya peningkatan sintesis protein dan
produksi enzim, peningkatan pertukaran proton, muatan membran dan pengambilan
kalium, serta berpengaruh terhadap reaksi fitokrom dengan cahaya merah dan
cahaya merah jauh.
Stek merupakan cara perbanyakan tanaman secara
vegetatif buatan dengan menggunakan sebagian batang, akar, atau daun tanaman
untuk ditumbuhkan menjadi tanaman baru. Sebagai alternarif perbanyakan
vegetatif buatan, stek lebih ekonomis, lebih mudah, tidak memerlukan
keterampilan khusus dan cepat dibandingkan dengan cara perbanyakan vegetatif
buatan lainnya. Cara perbanyakan dengan metode stek akan kurang menguntungkan
jika bertemu dengan kondisi tanaman yang sukar berakar, akar yang baru
terbentuk tidak tahan stress lingkungan dan adanya sifat plagiotrop tanaman
yang masih bertahan. Oleh sebab
itu dalam praktikum kali ini menggunakan tanaman teh- tehan, dikarenakan
tanaman ini merupakan tanaman yang mudah berakar, dan akar yang baru terbentuk tahan stress
lingkungan dan mempunyai sifat
plagiotrop tanaman yang masih bertahan (Salisbury dan Ross, 1995).
Faktor-faktor yang
mempengaruhi konsentrasi IAA adalah sintesis auksin, pemecahan auksin dan
inaktifnya IAA sebagai akibat proses pemecahan molekul. Menurut Heddy (1986),
faktor-faktor yang mempengaruhi kerja auksin selain struktur kimia dan aktivitas
senyawa antara lain :
1. Lingkungan luar (suhu, radiasi, kelembapan).
2. Kemampuan senyawa untuk melalui kutikula atau membran
sel.
3. Translokasi dalam tumbuhan ke daerah kegiatan lain.
4. Cara aktivasi di dalam tumbuhan.
5. Ketersediaan ATP atau nukleosida lain.
6. Kebutuhan akan logam atau faktor dalam reaksi
enzimatik.
Kesimpulan
Berdasarkan hasil dan pembahasan maka dapat disimpulkan
bahwa:
1. Auksin dengan konsentrasi yang
tinggi dapat menghambat perpanjangan sel sedangkan pada konsentrasi yang sangat
rendah dapat mendorong pertumbuhan tanaman.
2. NAA lebih efektif memberikan
respon terhadap pertumbuhan akar daripada IAA atau auksin sintetis lain dengan
adanya pertumbuhan akar lebih cepat dan lebih banyak.
Daftar
Referensi
Campbell, N. A,
J. B. Reece and L. E. Mitchell. 1999. Biologi. Erlangga, Jakarta.
Catala, C., Rose, J. K. C., Bennett, A. B., 2000. Auxin-Regulated Genes Encoding Cell
Wall-Modifying Proteins are Expressed During Early Tomato Fruit
Growth-Plant. Physiol 122 : 527 – 534.
Darnell, J., Lodish, H., Baltimore, H., 1986. Molecular Cell Biology. New York, Scientific American Books, Inc.
Gardner, F. P., R. B. Pearce, Roger L. Mitchell.,
1991. Fisiologi Tanaman Budidaya. Penerjemah Herawati Susilo dan Pendamping
Subiyanto. Cetakan Pertama.Penerbit
Universitas Indonesia Press, Jakarta.
Hasanah, FN dan Nintya S. 2007. Pembentukan Akar pada Stek Batang
Nilam (Pogostemon cablin Benth.) setelah direndam IBA (Indol Butyric Acid) pada
Konsentrasi Berbeda. Buletin Anatomi dan Fisiologi : Vol. XV, No.2.
Hastuti, E. D., E. Prihastanti dan R. B. Hastuti. 2000. Fisiologi Tumbuhan II. Universitas Diponegoro.
Heddy, 1986.
Hormon tumbuhan. Fakultas
Pertanian , Universitas Brawijaya, Malang.
Rajawali Jakarta.
Rismunandar, 1988.
Hormon Tumbuhan dan Ternak.
Penebar Swadaya Jakarta.
Riyadi, I. dan Tahardi, J. S. 2005. Pengaruh NAA dan IBA terhadap pertumbuhan dan
perkembangan tunas kina (Cinchona
succirubra). Jurnal Bioteknologi Pertanian, Vol. 10, No. 2, 2005, pp.
45-50.
Salisbury, Frank B. et al. 1995. Plant Physiology 2nd
Edition. Mc Graw Hill Company. New York.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar